KABAR TERKINI ::.
Imigrasi Kukuhkan Satgas Patroli di Bali untuk Jaga Stabilitas dan Keamanan Wilayah

BALI - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, Agus Andrianto mengukuhkan Satuan Tugas (Satgas) Patroli Imigrasi di wilayah Bali pada Selasa (05/08) yang menegaskan Imigrasi sebagai Leading Sector dalam Pengawasan Orang Asing. Upacara pengukuhan yang berlangsung di Pelabuhan Benoa, Denpasar ini dihadiri oleh sekitar 500 peserta yang terdiri dari unsur Imigrasi, Pemasyarakatan, TNI, Polri, Satuan Polisi Pamong Praja (PP) dan Pecalang. Selain jajaran Ditjen Imigrasi, pengukuhan disaksikan langsung oleh Gubernur Bali, Ketua DPRD Provinsi Bali, Kapolda Bali, Pangdam IX/Udayana, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, dan sejumlah kepala instansi vertikal serta dinas tingkat provinsi di Bali.
“Pembentukan Satgas Patroli Keimigrasian ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden untuk memastikan stabilitas dan keamanan di Bali sebagai salah satu destinasi wisata utama Indonesia,” jelas Agus. Dasar hukum Satgas Patroli Keimigrasian di antaranya adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 66 ayat 2 huruf b, Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 2013 Pasal 181.
Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa Satgas Patroli dibentuk agar bisa memberikan quick response apabila terjadi pelanggaran; menekan pelanggaran peraturan oleh orang asing di Bali; serta untuk menghadirkan rasa aman kepada masyarakat. Untuk memastikan patroli berjalan efektif, Satgas akan melibatkan 100 orang petugasimigrasi, setiap personil akan dilengkapi rompi pengaman dan body camera (bodycam). Petugas akan berpatroli dengan menggunakan motor atau mobil patrol imigrasi, di 10 titik lokasi strategis yang berada di wilayah kerja Kantor Imigrasi Ngurah Rai dan Denpasar, di antaranya: Kuta Utara (Canggu); Seminyak, Kerobokan; Pelabuhan Matahari Terbit dan Benoa; Pecatu (Uluwatu, Bingin); Pantai Mertasari; Kecamatan Kuta dan Gianyar (Ubud); serta Nusa Dua, Jimbaran.
Terkait hal ini, Pelaksana tugas Direktur Jenderal (Plt. Dirjen) Imigrasi, Yuldi Yusman menjelaskan “Dantim dan Petugas Patroli akan berpatroli pada rute yang telah ditentukan, terutama di area rawan pelanggaran keimigrasian atau daerah di mana kegiatan WNA terkonsentrasi. Jadwal pergerakan patroli dilakukan secara berkala dan acak untuk menghindari pola yang mudah ditebak,” jelas Yuldi.
Pengukuhan satgas ini memperkuat komitmen Imigrasi yang telah menunjukkan capaian kinerja signifikan. Berdasarkan data statistik, Ditjen Imigrasi telah melakukan tindakan administratif keimigrasian (TAK) berupa deportasi sebanyak 607 kasus dan pendetensian 303 kasus pada periode November s.d. Desember 2024. Angka ini meningkat pesat pada periode Januari s.d. Juli 2025 dengan 2.669 deportasi dan 2.009 pendetensian. Sementara itu jumlah orang asing yang diproses hukum selama periode November 2024 s.d. Juli 2025 mencapai 62 orang.
“Ke depannya kami akan terus menggiatkan operasi serupa, baik dalam skala local seperti Patroli rutin Satgas maupun skala nasional seperti Wira Waspada. Ini untuk membantu menjaga stabilitas keamanan nasional, memberikan efek cegah agar tidak terjadi pelanggaran, serta menjaga kepercayaan publik terhadap imigrasi”, tutup Yuldi.
Paspor Desain Merah Putih Ditunda, Imigrasi Fokus pada Kebijakan Strategis

Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menunda implementasi paspor desain merah putih yang sedianya akan diterbitkan pertama kali pada peringatan kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2025. Keputusan ini diambil dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran bagi kementerian dan lembaga serta sebagai respon terhadap aspirasi masyarakat.
“Setelah melalui evaluasi secara menyeluruh, Ditjen Imigrasi memutuskan untuk menunda implementasi paspor desain merah putih. Keputusan ini diambil dengan penuh pertimbangan dan tanggung jawab, serta melibatkan banyak pihak,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman.
Lebih lanjut Yuldi menjelaskan bahwa efisiensi anggaran mengharuskan Ditjen Imigrasi untuk meninjau ulang kebijakan-kebijakan yang akan dilaksanakan. Keputusan tersebut juga diambil setelah mempertimbangkan saran dan masukan dari masyarakat, dengan memperhatikan tingkat urgensi serta dinamika ekonomi yang tengah bergulir.
Pasca peluncuran desain baru paspor 17 Agustus 2024 lalu, Ditjen Imigrasi aktif memantau opini publik terkait kebijakan tersebut. Selama Agustus 2024 s.d. Juli 2025 analisis media sosial dari berbagai macam kanal mengumpulkan 1.642 sampel unggahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat mengharapkan kebijakan Pemerintah yang lebih fokus pada penguatan substansi paspor, yaitu penguatan posisi paspor Indonesia secara global. Dari sampel unggahan tersebut juga terlihat kecenderungan masyarakat kepada kebijakan pelayanan dengan dampak yang lebih konkret untuk dirasakan serta selaras dengan prinsip efisiensi dan prioritas kebutuhan publik.
Dengan anggaran yang tersedia, Ditjen Imigrasi berupaya memaksimalkan pelayanan dan pengawasan keimigrasian melalui pengembangan serta pemeliharaan sistemberbasis digital. Inovasi tidak berhenti pada perubahan desain fisik, melainkan berupa penguatan sistem dan pelayanan yang lebih tepat guna.
“Perlu digarisbawahi bahwa ditundanya kebijakan ini bukan berarti fokus untuk memperkuat Paspor Indonesia berhenti dilakukan. Langkah strategis yang melibatkan instansi Pemerintah terkait serta seluruh masyarakat Indonesia diperlukan, dan kami harap kita semua dapat saling mendukung guna memperkuat Paspor Indonesia,”tegasnya.
Menanggapi hal ini, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto menyampaikan, “Inovasi Ditjen Imigrasi akan terus berlanjut, dengan fokus pada pengembangan jangka Panjang untuk memperkuat paspor Republik Indonesia melalui peningkatan keamanan digital dan efisiensi pelayanan. Kami berterima kasih atas pengertian dan dukungan masyarakat dalam menghadapi penyesuaian ini,” tutup Menteri Agus.
WNA Bisa Mengajukan Visa Pendidikan Non Formal Indonesia Mulai 15 Juli 2025

JAKARTA – Per tanggal 15 Juli 2025, warga negara asing (WNA) dapat mengajukan visa tinggal terbatas (Vitas) untuk mengikuti pendidikan non formal di Indonesia. Kebijakan tersebut hadir untuk memfasilitasi WNA yang ingin mengambil kursus bahasa, sekolah keahlian atau keprofesian dan lainnya guna menunjang karier mereka. Izin tinggal dari visa dengan indeks E30 itu dapat diberikan selama satu tahun atau dua tahun.
“Permohonan Visa Pendidikan Non Formal dilakukan secara daring melalui evisa.imigrasi.go.id. Untuk mengajukan visa ini, WNA perlu memiliki penjamin. Penjamin tersebut bisa perorangan atau institusi pendidikan non formal yang dituju,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman.
Syarat untuk mengajukan Visa E30 tak berbeda dengan jenis visa lainnya, yaitu paspor dengan masa berlaku paling singkat 6 (enam) bulan, bukti memiliki biaya hidup selama berada di wilayah Indonesia (minimal setara USD 2000) serta pasfoto berwarna terbaru. Sementara itu, biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Visa E30 yakni Rp6.000.000 untuk masa berlaku izin tinggal satu tahun dan Rp8.500.000 untuk masa berlaku izin tinggal dua tahun.
“Selain itu, Ditjen Imigrasi juga menambahkan opsi masa berlaku izin tinggal dari Visa Pendidikan Formal. Visa pendidikan dasar dan menengah (indeks E30A) serta visa Pendidikan tinggi (indeks E30B) kini tersedia dengan masa izin tinggal empat tahun. Sebelumnya, masa berlaku izin tinggal untuk pendidikan formal hanya satu tahun dan dua tahun,” lanjut Yuldi.
Pemohon visa pendidikan E30A dan E30B dapat dijamin oleh penjamin perseorangan maupun institusi pendidikan terkait. Biaya PNBP untuk Visa Pendidikan Formal dengan masa berlaku izin tinggal empat tahun yaitu Rp12.000.000. Sementara itu, izin tinggal dengan masa berlaku satu tahun dan dua tahun dikenakan biaya masing-masing Rp6.000.000 dan Rp8.500.000.
Saat ini, jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 3.115, dengan 125 di antaranya merupakan perguruan tinggi negeri (PTN). Yuldi menyebutkan, universitas di Indonesia sangat berpotensi menjadi tujuan bagi pelajar asing. Selain beberapa universitas terkemuka di Indonesia yang masuk daftar 300 universitas terbaik di dunia, subjek yang ditawarkan oleh fakultas atau jurusan terkait ilmu budaya juga diminati oleh pelajar asing.
“Kami berharap kebijakan ini dapat membuka lebih banyak peluang bagi WNA yang ingin mengembangkan diri melalui pendidikan di Indonesia, baik formal maupun non formal. Ini sekaligus menjadi langkah strategis dalam mendukung peningkatan daya saing Indonesia di kancah global melalui sektor pendidikan,” pungkas Yuldi.
Cegah Pelanggaran Izin Tinggal, TIM PORA Dabo Gelar Operasi Gabungan di Singkep

Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Dabo Singkep menggelar operasi gabungan bersama Tim Pengawasan Orang Asing (TIM PORA) pada Selasa, 8 Juli 2025. Operasi ini menyasar dua perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing di wilayah Singkep, yakni PT Asi Pudjiastuti Aviation dan PT Tianshan Alumina Indonesia.
Operasi dipimpin oleh Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim), Indra Dwi Harpsono, setelah sebelumnya dilakukan rapat koordinasi lintas instansi yang dipusatkan di One Hotel, Dabo Singkep.
“Kegiatan ini bagian dari pengawasan keimigrasian yang melibatkan berbagai unsur, termasuk TNI, Polri, pemerintah daerah, dan instansi terkait,” ujar Indra.
Petugas gabungan melakukan pemeriksaan data administrasi dan izin tinggal para warga negara asing (WNA) yang berada di dua perusahaan tersebut.
Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa seluruh WNA yang terdata berada di wilayah tersebut dalam status legal dan tidak ditemukan pelanggaran keimigrasian.
“Tidak ada aktivitas ilegal yang dilakukan oleh WNA. Mereka bekerja dan tinggal sesuai prosedur,” kata Indra.
Dari data Imigasi, Indra mengungkapkan untuk saat ini tercatat bahwa saat ini terdapat sekitar sepuluh WNA yang memiliki izin tinggal resmi di wilayah Singkep, sebagian besar berstatus investor dan wisatawan.
Menurut Indra, pengawasan tetap diperlukan untuk menjaga keterbukaan dan transparansi di tengah meningkatnya investasi asing di Kabupaten Lingga.
“Output dari TIM PORA bukan hanya soal pengawasan, tetapi memperkuat sinergi antarinstansi,” ujarnya.
Indra menambahkan bahwa TIM PORA ke depan akan terus melakukan kegiatan pengawasan terpadu dengan pendekatan kolaboratif.
“Kami ingin forum ini tidak sekadar jadi formalitas, tapi menjadi ruang komunikasi dan tukar informasi yang produktif,” katanya.
Indra menambahkan, TIM PORA merupakan forum koordinatif lintas sektoral yang bertugas mengawasi keberadaan dan aktivitas orang asing. Forum ini dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM sebagai bagian dari strategi nasional dalam menjaga ketertiban administrasi keimigrasian.
5 Desa di Lingga Jadi Mitra Imigrasi, Imigrasi Dabo Singkep Kukuhkan 5 Desa Binaan di Kabupaten Lingga

Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Dabo Singkep menetapkan lima desa di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, sebagai Desa Binaan Keimigrasian. Pengukuhan dilakukan dalam sebuah acara yang berlangsung di One Hotel, Dabo Singkep, Selasa, 8 Juli 2025.
Lima desa tersebut adalah Kelurahan Dabo (Kecamatan Singkep), Desa Bukit Harapan (Kecamatan Lingga Utara), Desa Resang (Kecamatan Singkep Selatan), Desa Sedamai (Kecamatan Singkep Pesisir), dan Desa Tanjung Harapan (Kecamatan Singkep).
Menurut Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Dabo Singkep, Patri La Zaiba, melalui Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim), Indra Dwi Harpsono, pembentukan desa binaan merupakan bagian dari sistem early warning system atau sistem peringatan dini terhadap aktivitas keimigrasian yang berpotensi menimbulkan pelanggaran.
“Desa binaan ini akan menjadi perpanjangan tangan kami di lapangan. Mereka berfungsi untuk menyaring dan menyampaikan informasi awal yang menyentuh langsung ke masyarakat,” ujar Indra.
Konsep desa binaan keimigrasian ini menjadi langkah partisipatif dalam memperkuat pengawasan terhadap warga negara asing (WNA), khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi kerawanan terhadap lalu lintas orang lintas negara.
“Desa binaan ini menjadi mitra kami, dan dibekali dengan pemahaman soal dokumen keimigrasian, termasuk bagaimana mendeteksi aktivitas WNA yang ilegal atau mencurigakan,” kata Indra.
Imigrasi Dabo Singkep menilai pelibatan masyarakat dalam pengawasan sangat efektif selain mengandalkan pendekatan struktural dari lembaga negara.
“Kami percaya masyarakat lokal adalah pihak yang paling tahu perubahan-perubahan di lingkungan mereka. Jika ada orang asing yang tinggal tanpa izin atau aktivitas tak biasa,” ujarnya.
Kabupaten Lingga, sebagai wilayah kepulauan yang berbatasan langsung dengan jalur perairan internasional, dinilai memiliki potensi tinggi terhadap lalu lintas WNA yang tidak terpantau. Karena itu, keberadaan desa binaan ini diharapkan mampu menjadi model pengawasan yang adaptif terhadap tantangan geografis.
“Dengan program ini, kami ingin mempersempit ruang gerak bagi WNA yang menyalahgunakan izin tinggal atau masuk ke wilayah Indonesia tanpa prosedur,” tambah Indra.
Program desa binaan ini juga sejalan dengan kebijakan Direktorat Jenderal Imigrasi dalam memperluas jaringan pengawasan di daerah perbatasan dan rawan migrasi ilegal.
“Kami ingin membangun sinergi yang kuat dalam menjaga kedaulatan negara di tingkat akar rumput,” ujar Indra.